Dasar Pemahaman
Masuknya kapitalisme dalam sektor pendidikan nasional mengubah pola dan sistem pendidikan yang pernah dicetuskan oleh Ki Hajar Dewantara. Hal tersebut membuat dunia pendidikan teranalogikan seperti pabrik yang memproduksi manusia-manusia efektif dan efesien untuk memenuhi permintaan pasar akan sumber daya manusia yang berkualitas. Para peserta didik tidak lagi diberikan kesempatan memilih karena telah ada standarisasi yang harus mereka penuhi. Kemandirian potensi tertimbun oleh desakan ideologi.
Berdasarkan buku ideologi-ideologi pendidikan karya William F. O’Neil (2001). Ada dua ideologi besar dalam pendidikan yaitu ideologi konervatif dan ideologi liberal[1]. Ideologi konservatif memandang tujuan pendidikan sebagai alat pemelihara nilai-nilai yang sudah dianggap mapan, telah teruji sejarah bahwa nilai-nilai itu benar, baik secara intelektual, fundamental serta tradisi sedangkan ideologi liberal memandang tujuan pendidikan bukan sebagai alat tapi sebagai pelaku penyusun tatanan sosial yang baru. Dengan kata lain, peserta didik menjadi subjek pendidikan, dominan dan harus mulai memproduksi ilmu. Guru hanya sebagai fasilitator..
Menurut Peter L. Berger (2001), pada hakikatnya “manusia memproduksi dirinya sendiri melalui pengalaman dalam realitas sosial”. Pandangan ini sejalan dengan pandangan John Dewey (2004) yang berpendapat bahwa “orang belajar dari apa yang dikerjakannya”. Lebih terperinci Paulo Freire (2000) menyatakn bahwa “berpikir, berkata, berbuat itulah praksis. Proses pembelajaran adalah praksis yang unsur-unsurnya adalah anak berpikir, anak berkata dan anak berbuat. Praksis mengintegrasikan semua itu.[2]
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya[3]. Jika kita cermati sekarang, sistem pendidikan di Indonesia sudah jelas mengusung ideologi liberal. Hal tersebut dirasakan dari perubahan paradigma pengajaran ke paradigma pembelajaran. Pendidikan adalah proses pembelajaran yang menempatkan murid sebagai pelaku. Guru hanya seseorang yang memberikan data dan fakta tapi tidak lagi memaksakan nilai kebenarannya, siswa dibiarkan bebas menemukan kebenarannya. Rahasia dalam pendidikan terletak pada sikap menghargai murid (Ralph Waldo Emerson). Pengajar biasa memberitahu. Pengajar yang baik menjelaskan. Pengajar yang lebih baik memperagakan. Tetapi pengajar yang terbaik adalah yang memberikan inspirasi[4].
Munculnya konsep Marshall McLuhan (1967), the medium is the massage, memberikan suatu pemikiran bahwa proses pembelajaran membutuhkan media dan message. Dengan kata lain, guru diminta kreatif untuk menciptakan dan menemukan media pembelajaran efektif yang mengandung beberapa message sekaligus dan merupakan hasil integrasi dari bentuk-bentuk perilaku dan pengalaman yang telah ada.
Hambatan Bersama
Kegiatan kepramukaan dimasa modernisasi dan globalisasi telah teracuhkan oleh kegiatan aktual yang lebih atraktif dan menjanjikan hasil konkrit. Perlu disadari bahwa tantangan pendidikan kepanduan adalah munculnya pendidikan-pendidikan yang mengikuti keingingan jaman, dalam hal ini kapitalisme yang money oriented dan result oriented. Kegiatan kepramukaan yang mempunyai materi utama pendidikan kepanduan selalu berfokus pada pendidikan watak dan karakter. Dengan kata lain selalu berorientasi pada pride oriented dan process oriented.
Selama ini kegiatan kepramukaan selalu berlandaskan pada ideologi pendidikan yang konservatif. Ada dua poin pragmatis yang menunjukkan ciri konservatif pada kegiatan kepramukaan. Yang pertama adalah pembinaan hasil dengan mengenyampingkan proses. Pembina atau pelatih memang berhak memberikan penilaian dan menentukan layak atau tidak layaknya peserta didik atau peserta latih atas hasil yang diperolehnya tapi ternyata hak ini tidak digunakan, yang ada malah pembina atau pelatih bertindak sangat dominan dengan memberikan pengajaran secara satu arah dan membuat penilaian tanpa evaluasi yang komperhensif hingga menciptakan peserta didik atau latih yang hampa pemahaman mendalam dan percaya simbol mewakili segalanya. Para Pembina dan pelatih menjadikan materi tersebut sebagai tujuan bukan sebagai alat untuk mencapai suatu tujuan. Guru yang dominan mungkin saja memasukkan sejuta fakta ke dalam otak anak, tetapi anak akan tetap menjadi tidak terdidik (Alec Bourne). Yang kedua adalah konsep standarisasi umum yang diaplikasikan pada setiap peserta didik tanpa terkecuali. Konsep ini bertentangan dengan ideologi liberal. Salah satu ciri-ciri umum ideologi pendidikan liberal[5], yaitu menekankan kepribadian unik pada setiap individu. Perbedaan individual lebih penting dari kesamaannya. Perbedaan-perbedaan itu (potensi, minat, bakat dan perkembangan psikis siswa) bersifat menentukan dalam menetapkan program-program pendidikan, yaitu memusatkan perhatian pada pemecahan masalah secara individual dan berkelompok, menekankan situasi sekarang dan masa depan, menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai-nilai agama, nilai budaya dan kemajemukan bangsa. Seorang pengajar memperluas sudut pandang materi mata pelajaran melalui pengalaman belajar peserta didik (Wallace Stegner)[6]. Ketika kegiatan kepramukaan mengacuhkan poin tersebut maka dapat dipastikan konservatisasi metode akan menghalangi peningkatan kualitas peserta didik atau latih.
Kekurangan peminat selalu menjadi alasan naïf bagi setiap Pembina atau pelatih untuk menyimpangkan substansi dasar kegiatan keparamukaan. Yang pada akhirnya menciptakan kader-kader kapitalis yang money oriented dan result oriented. Kalau tujuan bersama adalah menciptakan citra baru yang bersifat modern dan global untuk menarik minat pemuda saat ini maka tingkat kreatifitas Pembina dan pelatih yang harus menjadi acuan pokok untuk pencapaian tujuan bersama.
Aplikasi dan Integrasi
Defenisi umum kreatif adalah berpikir out of the box atau keluar dari kotak bukan berpikir meninggalkan kotak. Kotak yang dimaksud adalah substansi dasar kegiatan kepramukaan yaitu harus bersifat sukarela bagi peserta didik atau latih, mempunyai konsep menghormati baik manusia – termasuk diri sendiri – dan alam, serta berbentuk tantangan sesuai dengan batas kemampuan alamiah peserta didik atau latih, baik secara fisik, psikis dan lingkungan yang merupakan dasar pembinaan pendidikan kepanduan. Dengan berangkat dari “kotak” ini, kita diharapkan mampu melakukan inovasi terhadap kegiatan kepramukaan agar sesuai dengan ideologi pendidikan liberal. Harga sebuah kreatifitas bukan dilihat dari seberapa baru inovasi yang kita lakukan tapi dari seberapa matang kita mengolah “kotak” yang telah ada. Analoginya adalah ketika memasak dengan menggunakan bahan utama ubi, hasilnya tidak etis jika menjadi nasi goreng tapi bagaimana cara ubi itu diolah agar bisa menjadi lebih enak dan menarik. Tantangan yang ada jangan dihindari tapi bagaimana memanfaatkan tantangan itu menjadi sesuatu yang menguntungkan.
Harus kita ingat bahwa subjek pendidikan kepanduan adalah pemuda-pemudi Indonesia yang sesuai dengan jamannya. Pendidikan kepanduan harus peka terhadap tanda perubahan zaman agar mampu mengikuti secara komperhensif. Substansi kegiatan kepramukaan tidak lagi diperkenalkan secara eksplisit tapi terbungkus dan siap pakai dalam paket menarik dan kreatif. Kegiatan kepramukaan tidak lagi melihat peserta didik atau latih sebagai objek tapi sebagai subjek pendidikan kepanduan yang berhak memilih kegiatan sesuai dengan minat dan bakat. Tinggal meningkatkan kesadaran kolektif bersama bahwa Pemahaman seorang Pembina adalah kekuatan utama agar mampu memberikan pendidikan yang membebaskan dari tekanan konservatif pendidikan kepanduan itu sendiri.
[1] Diambil dari buku media pembelajaran aktif karya Utomo Dananjaya, hlm. 11
[2] Ibid., hlm. 16
[3] Pengertian pendidikan, Bab I, 1(1) UU Sisdiknas 2003
[4] Diambil dari buku media pembelajaran aktif karya Utomo Dananjaya, hlm. 17
[5] Diambil dari buku media pembelajaran aktif karya Utomo Dananjaya, hlm. 15
[6] Diambil dari buku media pembelajaran aktif karya Utomo Dananjaya, hlm. 17
This entry was posted
at 12/10/2010 05:52:00 AM
and is filed under
Tugas Kuliah
. You can follow any responses to this entry through the
comments feed
.