Mengkaji “Islam KTP” dengan pemikiran Ideologi (Althusser) dan Hegemony (Gramsci)  

Posted by Ayub Wahyudi in

Tugas mata kuliah Sosiologi Media, Univ. paramadiana. Jakarta, 2011

Selama ini, istilah “Islam KTP” sering didentikkan sebagai julukan kepada mereka yang hanya mengaku berstatus agama islam dengan bukti menunjukkan KTP. Kemunculan sinetron bergenre religi yang berjudul “Islam KTP” pada salah satu TV swasta di Indonesia mencoba menunujukkan fenomena tersebut pada khalayak Indonesia dan disajikan dalam bentuk komedi yang segar. Program yang hadir setiap week days night boleh mencoba memberikan kritikan terhadap para penganut “Islam KTP”. Ironi memang, Indonesia sebagai negara dengan mayoritas
Penduduknya adalah penganut agama islam harus dihadapkan dengan fenomena tersebut. program “Islam KTP” tidak sebenarnya menunjuk siapa yang mengikuti “aliran” tersebut tapi lebih memperlihatkan secara karakter tipe-tipe meraka yang terkena dampak dari “aliran” tersebut. pemahaman ini sering dihadirkan dan biasanya di akhiri dengan “solusi” berupa nasehat dan ejekan.
Pada dasarnya sinetron ini berusaha untuk melakukan proses re-ideologisasi terhadap para pemeluk agama islam bahwa islam bukan hanya sekadar di status yang tertera pada Kartu Tanda Penduduk (KTP) tapi lebih bagaimana kita membuktikan diri kita sebagai pemeluk agama islam yaitu melaksanakan perintah dan menjauhi larangannya seperti yang telah tertulis pada kita suci agaman islam – Al-Qur’an. Jika kita memahami tanpa melihat symbol yang melekat pada program ini. Kita akan menyadari bahwa hal ini juga berlaku bagi pemeluk agama lain karena pada hakekatnya agama hadir agar tidak ada kekacauan.
Seperti yang disebutkan sebelumnya program tersebut berusaha melakukan re-ideologisasi terhadap pemahaman masyarakat tentang arti beragama yang sesuai etika. Re-ideologisasi dapat dipahami sebagai proses kembali ke konsep ideologi sebelum mengalami perkembangan sebagai akibat dari timbulnya kesadaran kritis pada sekelompok individu tertentu yang prihatin pada fenomena ini. Althusser menjelaskan bahwa ideologi adalah materi yang membuat manusia berpikir tentang diri, manusia lain dan alam tempat dia berada. Althusser meneruskan, hanya saja ideologi bukanlah sesuatu yang dibuat manusia. ideologi berasal dari luar manusia.
Selama ini manusia berpikir sebagai subjek dan mempunyai hubungan terhadap proses ideologi. Padahal hubungan tersebut imajiner dan sengaja dibuat demikian. Fenomena “Islam KTP” adalah ideologi yang ditanamkan kepada manusia dan subjek sebenarnya adalah media massa.
Konten media massa yang selama ini hanya selalu berada pada wilayah kapitalis membuat khalayak menjadi lupa tentang arti beragama yang sebenarnya. Wacana pelanggaran SARA adalah upaya untuk melakukan interpelasi dengan simbol yang baru dan bersifat kapitalis. Simbol tersebut – kekayaan, kemewahan dan kesuksesan serta kerja keras – berusaha mengambil posisi simbol-simbol SARA – dalam kasus ini agama – sehingga masyarakat tidak lagi mengenal agama secara mendalam karena simbol yang digunakan sebagai pengingat tidak pernah lagi ditampilkan oleh layar kaca. Gramsci menjelaskan bahwa hegemoni budaya hanya bisa dilakukan dengan perlawanan dari budaya baru terhadap nilai-nilai budaya yang telah ada sebelumnya. Perlawanan dalam hal ini adalah wacana pelanggaran SARA.
Program sinetron religi “Islam KTP” mencoba melakukan hal yang sama yaitu “hegemoni” kepada khalayak bahwa selama ini mereka salah. Hegemoni adalah dampak dari penanaman ideologi. Hanya saja program tersebut berusaha melakukan hegemoni dengan re-ideologisasi. Dan itu adalah hal yang sulit. Jika analogi hegemoni Gramsci adalah mencampur susu putih yang berada dalam gelas dengan pewarna lalu diaduk dengan rata maka proses “hegemoni” dari program “Islam KTP” adalah berusaha membuat susu itu menjadi putih kembali.
Pada hakikatnya media massa – khususnya TV – mempunyai pengaruh dalam proses penanaman ideologi untuk membantu hegemoni akan tetapi suatu kesalahan fatal kalau kita menggangap TV juga bisa mencabut ideologi tersebut. Media massa – khususnya di Indonesia – adalah wadah untuk mewujudkan kepentingan kelompok elit kapitalis – profit-oriented. Pemikiran Althsser tentang teori sistematis tentang bagaimana ideologi ditanamkan dan berujung pada kata hegemoni sebagai istilah yang diperkenalkan oleh Gramsci adalah suatu proses yang tidak dapat dibalik. Pada akhirnya program “Islam KTP” hanya akan membuat dampak istilah tersebut semakin kuat dalam mempertahankan ideologi yang ditanamkan kepada masyarakat.

This entry was posted at 3/24/2011 06:28:00 PM and is filed under . You can follow any responses to this entry through the comments feed .

0 komentar

Posting Komentar