LPP-TVRI dan RRI
Lembaga penyiaran
publik (LPP) di Indonesia telah mengalami penurunan. Tidak hanya segi
fungsi dan tujuannya tapi juga dari perkembangan teknologi,
menejemen, kekayaan dan konten. Semua hal tersebut tertinggal sangat
jauh dari lembaga penyiaran swasta (LPS) dan lembaga penyiaran
berlangganan (LPB). Lembaga Penyiaran Publik (LPP) adalah lembaga
penyiaran yang berbentuk badan hukum yang didirikan oleh negara,
bersifat independen, netral, tidak komersial, dan berfungsi
memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat. Lembaga Penyiaran
Publik terdiri dua jenis jasa penyiaran, yaitu Televisi dan Radio. Di
Indonesia, LPP lebih kita kenal dengan sebutan Televis Republik
Indonesia (TVRI) dan Radio Republik Indonesia (RRI). Kedua Lembaga
ini merupakan satu-satunya LPP, baik itu TV maupun radio. Tidak hanya
itu, kedua LPP lebih dahulu didirikan oleh Negara daripada LPS, apa
lagi LPB. Akan Tetapi, hak itu membuktikan bahwa sebagai LPP, TVRI
dan RRI tidak berusaha berkembang mengikuti arus zaman. Terbukti dari
semua kekurangan-kekurangan yang disebutkan diatas. Keduanya kalah
bersaing dengan mereka yang swasta dan yang berlangganan.
Banyak
hal yang menyebabkan semua penurunan ini terjadi. Salah satu nanti
yang kita akan bahas adalah masalah pelaksanaan dan pengawasan.
Bahkan pada dasarnya predikat publik tidak layak melekat pada kedua
LPP ini, TVRI dan RRI. Belum lagi masalah modal untuk pengembangan
dan perawatan. Kedua masalah diatas sebenarnya bersumber pada satu
penyebab yaitu UU yang melegalkan TVRI dan RRI menjadi sebuah LPP.
Sejarah
TVRI dan RRI
Pada
tahun 1961, Pemerintah Indonesia memutuskan untuk memasukan proyek
media massa televisi kedalam proyek pembangunan Asian Games IV di
bawah koordinasi urusan proyek Asean Games IV. 25 Juli 1961, Menteri
Penerangan mengeluarkan SK Menpen No. 20/SK/M/1961 tentang
pembentukan Panitia Persiapan Televisi (P2T). Pada 23 Oktober 1961,
Presiden Soekarno yang sedang berada di Wina mengirimkan teleks
kepada Menpen Maladi untuk segera menyiapkan proyek televisi (saat
itu waktu persiapan hanya tinggal 10 bulan) dengan jadwal sebagai
berikut :
- Membangun studio di eks AKPEN di Senayan (TVRI sekarang).
- Membangun dua pemancar : 100 watt dan 10 Kw dengan tower 80 meter.
- Mempersiapkan software (program dan tenaga).
17
Agustus 1962, TVRI mulai mengadakan siaran percobaan dengan acara HUT
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia XVII dari halaman Istana Merdeka
Jakarta, dengan pemancar cadangan berkekuatan 100 watt.24 Agustus
1962, TVRI mengudara untuk pertama kalinya dengan acara siaran
langsung upacara pembukaan Asian Games IV dari stadion utama Gelora
Bung Karno.20
Oktober 1963, dikeluarkan Keppres No. 215/1963 tentang pembentukan
Yayasan TVRI dengan Pimpinan Umum Presiden RI. Baru pada tahun 2005
disahkan secara UU sebagai lembaga penyiaran publik (LPP).
Melalui
situsnya dijelaskan bahwa RRI atau Radio Republik Indonesia secara
resmi didirikan pada tanggal 11 September 1945, oleh para tokoh yang
sebelumnya aktif mengoperasikan beberapa stasiun radio Jepang di 6
kota. Rapat utusan 6 radio di rumah Adang Kadarusman, Jalan Menteng
Dalam, Jakarta, menghasilkan keputusan mendirikan Radio Republik
Indonesia dengan memilih Dokter Abdulrahman Saleh sebagai pemimpin
umum RRI yang pertama. Rapat tersebut juga menghasilkan suatu
deklarasi yang terkenal dengan sebutan Piagam 11 September 1945, yang
berisi 3 butir komitmen tugas dan fungsi RRI yang kemudian dikenal
dengan Tri Prasetya RRI. Sama seperti TVRI, pada tahun 2005 disahkan
secara UU sebagai LPP.
Landasan
Hukum Lembaga Penyiaran Publik
Landasan
Hukum dibawah ini merupakan dasar dari legalnya TVRI dan RRI menjadi
LPP di Indonesia. Landasan tersebut adalah:
- Pancasila.
- Pasal 20 ayat (1), ayat (2), dan ayat (4), Pasal 21 ayat (1), Pasal 28F, Pasal 31 ayat (1), Pasal 32, Pasal 33 ayat (3), dan Pasal 36 Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Keempat Undang-undang Dasar 1945;
- Undang-undang Nomor 8 Tahun 1992 tentang Perfilman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3473);
- Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3817);
- Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3821);
- Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);
- Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3881);
- Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3886);
- Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3887);
- Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4220);
- Pasal 6 ayat (4), Pasal 7 ayat (2), Pasal 8 ayat (2) huruf b, Pasal 33 ayat (1), (2),(3), (4), (5), (6), (7) dan Pasal 34 Undang‐undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Lembaga Penyiaran Publik
- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2005 Tentang Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia
- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2005 Tentang Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia
Akan
tetapi untuk melihat kenapa LPP TVRI dan RRI mengalami kemunduran
kita hanya perlu melihat dua peraturan pemerintah No. 11, No. 12 dan
No. 13 Tahun 2005, UU No. 32 Tahun 2002 ditambah Peraturan KPI No.
3/P/KPI/8/2006, Khususnya pada defenisi
PENYEBAB
KEMUNDURAN
Mari
kita kaji defenisi LPP menurut Konstitusi. Lembaga Penyiaran Publik
(LPP) adalah lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum yang
didirikan oleh negara, bersifat independen, netral, tidak komersial,
dan berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat. Dalam
defenisi tersebut ada beberapa poin penting untuk dipahami:
- Didirikan oleh Negara
- Bersifat Independen
- Bersifat Netral
- Tidak Komersial
- Berfungsi Memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat
Jika sebuah lembaga
didirikan oleh Negara maka Negara punya hak untuk mengatur dan
melaksanakan wewenangnya. Dengan kata lain defenisi masih tetap
membingungkan karena membuat poin kedua menjadi rancu untuk
didefenisikan. Pada bagian penjelasan dikatakan bahwa Independen
dijelaskan sebagai tidak
bergantung pada dan tidak dipengaruhi oleh pihak lain. Tidak
dijelaskan siapa pihak lain itu. Jika memang LPP seharusnya
independen maka Hanya publik yang boleh mempengaruhi semua kebijakan,
konten dan masa depan LPP. Kemudian kehadiran poin keempat juga
mempengaruhi arti dari poin ketiga. Tidak komesil dijelaskan sebagai
tidak semata-mata mencari keuntungan, tetapi juga lebih mengutamakan
peningkatan layanan masyarakat. Lalu kemudian disebutkan bahwa asal
pembiayaan LPP adalah:
- Iuran Penyiaran;
- Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Atau Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah;
- Sumbangan Masyarakat;
- Siaran Iklan;
- Usaha Lain Yang Sah Yang Terkait Dengan Penyelenggaraan Penyiaran.
Dari
kelima asal pembiayaan ini yang sering terdengar adalah poin kedua,
poin pertama adalah yang terbaik akan tetapi pelaksanaannya tidak
terlihat. Ketika asal pembiayaan LPP berasal dari keputusan
Pemerintah maka kita tidak akan bisa netral. Meskipun yang dijelaskan
sebagai netral
adalah tidak memihak kepada kepentingan salah satu pihak. Hal ini
membuat LPP terikat pada satu pemiliki modal. Dari keempat penjelasan
poin diatas maka kita dapat mengatakan bahwa poin kelima sudah pasti
tidak akan berjalan baik. Karena berasal dari APBN dan APBD yang
jumlahnya terbatas makan Fungsi LPP agar
dapat memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat akan terbatasi.
Pembatasan inilah yang membuat LPP tidak lagi disukai dan tergantikan
oleh LPS. Padahal kepentingan masayarakat sangat banyak dan
bervariasi. Jika tidak bias dipenuhi maka masyarakat akan mencari
yang lain dan pilihan itu jatuh pada LPS dan LPB. Kekurangan penonton
dan rating untuk digunakan sebagai sumber dana seperti LPS membuat
LPP hanya mampu bertahan dari APBN dan APBD. Dengan semikian defenisi
ini sudah harusnya diperjelas. Defenisi yang salah menyebabkan
operasionalisasi yang salah sehingga pelaksanaannya juga salah dan
publiklah yang dirugikan.
PENUTUP
Lembaga
Penyiaran Publik (LPP) adalah lembaga penyiaran yang berbentuk badan
hukum yang didirikan oleh negara, bersifat independen, netral, tidak
komersial, dan berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan
masyarakat. Lembaga Penyiaran Publik terdiri dua jenis jasa
penyiaran, yaitu Televisi dan Radio. Di Indonesia, LPP lebih kita
kenal dengan sebutan Televis Republik Indonesia (TVRI) dan Radio
Republik Indonesia (RRI).
Kemunduran
yang terjadi pada kedua LPP kita, disebabkan karena pelaksanaan
undang-undang yang salah. Khususnya pada defenisi yang menabrakkan
poin-poin yang terkandung dalam defenisi itu sendiri. Landasan hukum
LPP sebenarnya ada banyak akan tetapi telah dirangkam dalam tiga
Peraturan pemerintah (PP) yaitu:
- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Lembaga Penyiaran Publik
- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2005 Tentang Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia
- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2005 Tentang Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia
Jika pemerintah
mengharapkan untuk menjadikan LPP mejadi lebih baik maka harus
dimulai dari defenisi yang jelas dengan penjelasan yang jelas dan
pihami lalu disepakati bersama.
download di:
http://www.scribd.com/doc/92052295?secret_password=26bubzc3x80wz36nh236
This entry was posted
at 5/02/2012 02:12:00 PM
and is filed under
Tugas Kuliah
. You can follow any responses to this entry through the
comments feed
.